Ulos bukan sekadar kain tradisional bagi masyarakat Batak,
tetapi juga simbol kehidupan, kehangatan, dan filosofi yang kaya makna. Menurut
leluhur Batak, ada tiga sumber kehangatan utama untuk manusia: matahari, api,
dan ulos. Dari ketiganya, ulos dianggap paling nyaman karena tidak hanya
menghangatkan badan, tetapi juga memberi ketenangan jiwa (Astuti, 2019).
Nenek moyang Batak yang tinggal di dataran tinggi Sumatera
Utara harus bertahan hidup dalam suhu dingin pegunungan. Dari kebutuhan itu,
ulos lahir sebagai solusi yang tidak hanya berfungsi sebagai penghangat tetapi
juga sebagai simbol cinta dan berkat dalam setiap aspek kehidupan mereka.
Dalam adat Batak, ulos memiliki fungsi yang beragam sesuai
dengan jenis dan konteks penggunaannya. Misalnya, ulos pasupasu diberikan
sebagai doa berkat, sedangkan ulos parhehe dipakai untuk membangkitkan semangat
dengan cara disampirkan di atas bahu. Ulos pargomos berfungsi sebagai penutup
kepala, sementara ulos parompa dipakai untuk menggendong bayi, melambangkan
kasih sayang dan perlindungan. Bagi orang yang sedang berduka, ulos pangapul
diberikan sebagai tanda simpati dan penghiburan.
Kain ulos yang dikenakan oleh pria dan wanita juga memiliki
perbedaan. Pria Batak biasanya mengenakan ulos ande-ande di bagian atas,
singkot di bagian bawah, dan detar atau tali-tali sebagai penutup kepala.
Mereka juga sering memakai sarung tenun motif kotak dan baju kurung hitam.
Sementara itu, wanita Batak mengenakan haen di bagian bawah, hoba-hoba sebagai
penutup punggung, dan ampe-ampe sebagai selendang. Pakaian mereka biasanya
berwarna hitam dengan ikat kepala yang menunjukkan kedewasaan dan kesederhanaan.
Selain sebagai pakaian, ulos memiliki makna magis yang
diyakini mampu melindungi pemakainya dari gangguan roh jahat. Fungsi spiritual
ini menjadikan ulos sebagai jimat dan simbol keselamatan yang penting dalam
kehidupan masyarakat Batak.
Warna-warna dalam ulos juga memiliki arti tersendiri. Putih
melambangkan kesucian dan kejujuran, merah mewakili keberanian dan
kepahlawanan, kuning menggambarkan kekayaan dan kesuburan, sementara hitam
melambangkan kesedihan dan duka. Filosofi warna ini menjadikan ulos sebagai
kain yang tidak hanya indah tetapi juga sarat makna.
Saat ini, ulos tidak hanya digunakan dalam upacara adat
tetapi juga mulai hadir dalam dunia fashion modern. Desainer lokal telah
berhasil memadukan ulos dengan tren kontemporer, menciptakan busana dan
aksesori yang menarik bagi generasi muda. Kain ulos bahkan pernah tampil di
ajang internasional, menunjukkan kepada dunia bahwa warisan budaya Indonesia
memiliki tempat dalam industri mode global. Dan bahkan di beberapa sekolah di
daerah asahan, toba dan sekitarnya menggunakan ulos untuk dijadikan Vest sebagai
inovasi seragam siswa siswa di sekolah tersebut.